Banyak berubah di kota ini sejak 3 tahun lalu sembari melihat-lihat sekitar. Aku mendengar alunan musik yang tidak biasa. Maksudku, aku tahu itu suara gitar. Namun, nada-nada yang di ciptakan sangat berbeda.
Di ujung jalan aku melihat seorang paruh baya memainkan gitar dengan jemarinya, di iringi suara dengan nafas terengah. Orang-orang berlalu lalang sambil membawa koper, kopi, dan pekerjaan yang di bawanya dari kantor. Tidak banyak dari mereka yang menyempatkan untuk berhenti dan mendengarkan, sebagian hanya melempar koin yang kadang menghadang lantai keramik penuh kerak.
Setelah 5 menit memperhatikan, aku memberanikan diri untuk menyapa “Pak tadi itu lagu apa?” tanyaku. Pak tua itu tersenyum, namun ada kegetiran di ujung bibirnya.
“bukan apa-apa mas itu lagu Bapak-untuk Tuhan.” Balasnya sambil membereskan gitar dan koin-koin yang bertebaran. Aku duduk menyender ke tembok di susul Pak tua yang menyodorkan biskuit yang sudah sedikit lepek. “mau, mas?” aku mengambil kemudian mengigit tipis.
“Bapak lupa sudah berapa tahun tepatnya, tapi waktu itu istri bapak sakit keras, Bapak menyesal dulu kerjaan Bapak main-main saja, jarang ada di rumah.” Sambungnya dengan mata yang berkaca-kaca.
“maaf ya Pak, sudah lancang.” Sahutku tidak enak.
“loh ya gapapa, Bapak malah senang ada teman cerita” balasnya.
“Setelah istri Bapak meninggal dan kebetulan Bapak cuma bisa main gitar, lalu bikin lagu ini, yang kamu dengar tadi. Bapak mau minta tolong ke Tuhan, kalau bisa bertemu lagi dengan istri, Bapak mau minta maaf ke dia.” Ia kemudian menyeka kedua.
“jadi setiap hari Bapak cuma bisa nyanyi lagu ini saja, untung di perbolehkan ngamen disini sama orang yang punya tempat. Bapak nyanyi ini biar tetap ingat sama almarhum.” Ia menoleh kearahku lalu tersenyum.
Dengan dada yang sedikit sesak, aku membalas senyumnya.
“terimakasih ceritanya ya, Pak.” Aku kemudian membantu merapikan perlengkapan ngamen bapak tersebut.
Dalam perjalan kerumahku setelahnya, aku menemukan bahwa banyak sekali cara manusia-manusia menyampaikan pesan, musik dan lagu menjadi salah satu cara Pak tua menitipkan rindu dan syukur kepada istrinya.
Sebuah alunan suara dapat meredam pilu yang dialaminya. Terimakasih atas guratan liriknya Pak Tua.
“Dan bila aku di beri kesempatan Biarkan aku memelukmu dengan ketiadaan menjamu tubuhmu dengan kenyamanan, Tolong, Tuhan. Titipkan maafku kepada ia yang tersayang.””
Penulis : sufyanwahyudi