Kali Terakhir
- Oktober 19, 2022
- Posted by: admin
-
Category:
Cerpen
,
Minggu lalu, aku mendapat kabar jika nenekku telah pergi. Dia pergi jauh, dan tak akan kembali. Kata lain, dia telah meninggal dunia.
Pagi harinya, sebelum aku membuka mata dari tidurku setelah sholat subuh, aku bermimpi. Dalam mimpi itu, aku diberi gelang berwarna kuning oleh seseorang. Tepat saat seseorang itu memakaikan gelang itu di pergelangan tanganku, tiba-tiba aku terbangun. Aku mengucek mataku berkali-kali untuk menetralkan pandangan, dan melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7 pagi.
“Untung saja hari ini aku tidak ada kelas.” Gumamku.
Saat mataku telah terbuka sempurna, aku meraih ponselku yang terletak di sebelah bantal. Dan, aku bisa melihat siapa saja yang mengirim pesan.
Setelah aku lihat, ternyata ada pesan dari adikku. Aku dibuat bertanya-tanya, kenapa di jam seperti ini dia masih memegang ponsel? Bukankah hari ini dia harus bersekolah?
Tanpa pikir panjang, aku langsung membalas pesannya dengan kalimat ‘Kenapa kamu masih online? Bukankah kamu harus pergi ke sekolah?’
Tidak menunggu waktu lama, adikku telah membaca pesan yang aku kirim. Dia juga langsung membalas pesanku dengan balasan kalimat yang singkat, yaitu ‘Jangan kaget ya, kak.’
Dengan pesan singkatnya, aku merasa dibuat bertanya-tanya lagi. Apa maksudnya jangan kaget? Apakah ada kejadian yang menimpa keluarga ku disana? Jika memang itu benar, aku pasti akan menyesali keputusan ku untuk berkuliah di kota rantau ini.
Karena aku penasaran, aku langsung membalas pesannya kembali.
‘Kaget kenapa? Apa yang terjadi disana?’
Kalimat yang berhasil ku kirimkan ternyata membawa balasan yang tidak mengenakkan hati.
Dengan kalimat tanyaku, adikku membalas pesan hanya dengan 2 kalimat.
‘Nenek meninggal.’
Pesan macam apa ini? Bisa-bisanya dia mengirimkan pesan konyol seperti itu. Perasaan, aku baru saja bertemu dengan nenekku di hari Jum’at kemarin. Dia masih sehat dan tidak terlihat sakit. Tapi, kenapa bisa adikku mengirim pesan seperti itu?
Karena merasa tidak nyaman jika harus membahas hal ini melalui chat, aku langsung memencet tombol video call untuk menanyakan kebenarannya.
Setelah panggilan diterima, terlihat jika ibuku sedang menangis diseberang sana. Tanpa bertanya lagi, aku sudah menduga jika pernyataan yang dikatakan adikku memang benar adanya.
Melihat ibuku yang menangis tersedu-sedu, akhirnya aku ikut menangis. Aku benar-benar tidak menyangka jika nenekku meninggalkan kami secepat ini.
Didalam video call, ibuku memberitahu jika nenekku meninggal saat malam hari. Dia juga melarang aku untuk datang ke kampung halaman dengan alasan agar aku tidak meninggalkan matakuliah ku. Tetapi aku menolak keras larangan ibuku, aku ingin pergi kesana detik ini juga.
Karena tidak mau berdebat denganku, ibuku akhirnya mengiyakan kemauan ku. Dia mengizinkan aku pulang ke kampung supaya bisa berkumpul untuk mendoakan nenek bersama.
Setelah video call terputus, aku diam merenung memikirkan kejadian ini. Sekarang aku tahu arti dari gelang kuning yang berada dimimpi ku, itu adalah pertanda jika bendera kuning akan berkibar didepan rumah nenekku. Karena tidak ingin membuang waktu, aku segera bergegas mandi dan segera berangkat ke terminal untuk pergi ke kampung halaman ku.
Diperjalanan, aku terngiang bayang-bayang nenekku pada saat memberi wejangannya kepadaku sembari mengusap punggung ku. Aku benar-benar masih tidak menyangka jika ini terjadi. Jika di ingat-ingat, Aku bertemu dengan nenekku pada saat Hari Raya Idul Fitri tahun ini. Aku tidak bisa membayangkan jika pada hari Jum’at kemarin aku tidak pulang, aku pasti tidak bertemu dengan nenekku. Sepertinya, pertemuan kemarin merupakan pertemuan terakhir ku dengannya.
Setelah kurang lebih dari 4 jam, akhirnya aku sampai di kampung halaman ku. Ku lihat, rumah nenekku yang ramai dengan orang melayat dan ada juga yang sekedar datang untuk membantu menyiapkan sajian makanan. Raut wajah mereka terlihat sama seperti ku, mereka seperti benar-benar terpukul dengan kepergian nenek yang terasa tiba-tiba.
Saat aku masuk, ibuku langsung merengkuh tubuhku dan dipeluknya erat. Aku pun menerima pelukan itu dan menumpahkan segala kesedihanku disana.
“Kenapa nenek pergi secepat ini bu? Padahal nenek kemarin ‘kan baik-baik saja.” Ucapku sesegukan.
Ibuku menggeleng pelan. “Ibu juga tidak tahu, mungkin sudah waktunya nenek pergi.”
Mendengar jawaban ibuku yang seperti itu, aku dibuat bungkam. Yang bisa ku lakukan hanyalah menangis dan menangis.
Beberapa detik kemudian, ibuku melepas pelukannya. Tangannya lalu bergerak untuk menghapus air mata ku yang menetes.
“Kamu yang kuat, nenek pasti sakit kalau lihat kamu sedih.” Ucapnya.
Mau tidak mau, aku mengangguk mengiyakan ucapan ibuku.
“Benar kata ibumu, kamu gak boleh sedih. Kami juga sama sedihnya seperti kamu, tapi kami berusaha untuk kuat.” Ujar bibi ku yang tiba-tiba mendekat dan mengusap punggung ku.
“Iya bi, aku akan berusaha untuk kuat seperti kalian.” Jawabku.
Bibi ku membalas dengan tersenyum. “Yaudah sana, kamu istirahat. Pasti kamu capek ‘kan dari perjalanan panjangmu?”
Aku menggeleng. “Nanti saja bi. Aku mau ke makam nenek, boleh?”
“Jelas boleh, biar diantar sama kakak mu.” Ucap bibi ku.
“Biar ibu panggilkan dia.” Ibuku akhirnya masuk kedalam rumah untuk memanggil kakak sepupuku.
Tidak sampai 5 menit, kakak sepupuku datang menghampiri ku bersama bibi yang sudah duduk dikursi teras.
“Ayo dek, kamu gak capek kalau langsung ke makam?” Tanyanya.
“Gapapa kak, lagi pula tujuan ku kesini untuk melihat nenek.”
“Ya sudah, ayo!”
Aku mengangguk, dan mulai mengikuti langkahnya untuk pergi menuju makam.
Sesampainya di makam, aku berjongkok disamping makam nenekku. Ku tatap batu nisannya dengan tatapan nanar. Aku sungguh tidak menyangka, jika nenekku akhirnya menyusul kakek yang telah meninggal 12 tahun yang lalu.
“Assalamu’alaikum nek.” Sapa ku yang tak kunjung mendapat balasan.
“Aku datang untuk mengunjungi mu. Maaf, kalau aku kemarin tidak ada disisimu saat kau menghembuskan nafas terakhir.” Aku menundukkan kepala ku dalam, karena tidak sanggup jika melihat tumpukan tanah yang berada didepanku.
“Dek, yang kuat.” Ucap kakak sepupuku sembari mengusap punggung ku dengan sayang.
Aku menoleh kearahnya dengan tersenyum manis, walau senyuman itu terlihat jika terpaksa.
“Ayo, kita berdoa untuk nenek.” Ajak kakak sepupuku.
Aku mengangguk, dan kami mulai menadahkan kedua tangan kami untuk berdoa agar nenekku diampuni segala dosanya.
Dalam hati kecilku, aku berdoa; “Ya Allah, aku memohon kepadamu. Tolong ampuni segala dosa-dosa nenekku, terimalah amal ibadahnya. Nenekku orang baik Ya Allah, tolong berikan tempat terbaik disisi-Mu. Aamiin..”
Karena kebetulan makam nenekku berada disamping makam kakek, tidak lupa aku juga sekalian berkunjung ke makam kakek. Aku mendekat ke makamnya, lalu berjongkok disampingnya dan mengusap batu nisannya.
“Assalamu’alaikum kek, setelah sekian lama akhirnya aku mengunjungi mu lagi. Apa kabar kek? Semoga kakek selalu baik-baik saja ya disana. Oh iya kek, apakah kakek sudah ketemu sama nenek? Kalo sudah, kakek jagain nenek ya! Kakek harus janji, kalau kakek gak boleh buat nenek nangis.”
“Udah?” Tanya kakak sepupuku.
Aku mengangguk.
“Ya sudah, ayo kita pulang. Kamu istirahat.” Ucap kakak sepupuku.
Lagi-lagi aku hanya bisa mengangguk menuruti ucapannya. Tetapi sebelum benar-benar pergi, aku mengusap batu nisan kakek dan nenekku.
“Kek, nek, aku pamit duluan. Kakek sama nenek baik-baik disana. Aku tahu, jika sekarang kakek sama nenek telah bahagia karena akhirnya kalian bisa bertemu kembali. Kalian yang tenang disana ya, semoga kalian hidup bahagia dan doakan kami supaya kami bisa menjalani hidup seperti nasehat kalian.” Ucapku, lalu ku cium batu nisan kakek dan nenek secara bergantian.
Setelah itu, aku dan kakak sepupuku pergi melangkahkan kaki kami untuk keluar dari area makam. Kami berjalan dengan gontai, sembari memikirkan segala pikiran yang berputar diotak masing-masing.
“Teruntuk nenekku, maaf jikalau aku ada salah yang sengaja ataupun tidak sengaja. Maaf, jika aku jarang mengunjungi mu di sewaktu kau masih hidup. Mungkin, pertemuan kita pada hari Jum’at kemarin adalah pertemuan kita yang terakhir kalinya. Yang tenang disana ya, nek. Aku berjanji, aku akan berusaha untuk melaksanakan nasehat mu dengan sebaik mungkin. Thank you for always being the best grandma, you mean so much for me.”
Penulis: Abil.naj
16
Feb
LAGU UNTUK TUHAN
LAGU UNTUK TUHAN Februari 16, 2023 Posted by: admin Category: Cerpen , Karya Sastra , Novel , Opini , Tidak ada komentar Banyak berubah di kota ini sejak 3 tahun lalu sembari melihat-lihat sekitar. Aku mendengar alunan musik yang tidak biasa. Maksudku, aku tahu itu suara gitar. Namun, nada-nada yang di ciptakan sangat berbeda.Di […]
Posted in:
Cerpen,
Karya Sastra,
Novel,
Opini,
16
Feb
Coba Lagi
“Gimana mas? Keterima?” Adalah pertanyaan yang Ibu lontarkan di seberang sana sesaat setelah beliau mengangkat teleponku. Aku menghela nafas panjang seraya menjawab. “Enggak keterima lagi bu” “Ya nggak apa, mas. Kan masih bisa coba di tempat lain lagi.” Nada Ibu begitu halus setelah mendengar satu lagi kabar buruk dariku. Sebagai anak laki-laki pertamana di keluarga, […]
Posted in:
Cerpen,
Karya Sastra,
16
Feb
Makna Kepulangan
Memiliki hubungan cinta dan benci dengan keluarga, rasa-rasanya jadi pengalaman yang setiap orang punya. Sejak kepergianku meninggalkan rumah satu tahun yang lalu aku belajar bawha ada banyak hal yang akan selalu membuatku mengalamatkan tujuan pulang kepada mereka. Sedikit trauma yang dirasakan seorang sufyan kecil, sepertinya telah menumbuhkan sisi sufyan lainnya yang ingin meninggalkan rumah tanpa […]
Posted in:
Cerpen,
Karya Sastra,