Blog
INGATAN
- Januari 4, 2022
- Posted by: admin
- Category: Cerpen
Fajar telah terbit cahayanya menembuh cela cela dari badan orang orang disekelilingku. Mata orang orang membulat sempurna saat melihatku dangan tatapan tajam dan raut wajah penuh murka nampak begitu jelas.”cepat seret gadis gila itu ke kantor polisi!! “, seru seorang pria penuh amarah sambil menunjuk nunjuk diriku. Aku hanya bisa terpaku duduk tak berdaya melihat semua orang mengerubungi diriku semua kejadian tak dapat aku ingat. Gaun putih yang semulanya bersih mulai ternodai oleh mayat didepanku dan sebilah pisau persis ditanganku. ” apa yang sebenarnya terjadi? Ada apa dengan mereka semua?” tanyaku tak henti dalam batinku. Mereka menyeretku entah kemana badanku yang sudah layu tak dapat mengelak.
“Bruk” badanku didorong cukup keras. Aku tak dapat mengingat semuanya bahkan sekarang aku sudah tak tau dimana. Jeruji besi mengelilingiku. “Saya tidak bersalah pak tolong lepaskan saya! “, suara tangis wanita paruh baya membuatku menoleh kearahnya. “nak kenapa engkau disini? “tanya wanita paruh baya tadi sambil mengusap air matanya menghampiriku lalu duduk disampingku . Aku hanya bisa diam karena aku sendiri tak paham apa yang aku alami. Ingatanku saat ini begitu buruk yang aku dapat ingat hanyalah ibuku mati dihadapanku. Saat begitu mengingatnya hatiku sangat tersayat air mata yang biasanya sejalan dengan hati kini tak bisa keluar. Wanita paruh baya itu masih menunggu jawabanku dengan masih menatap kearahku. Aku yang menyadarinya hanya bisa menundukkan kepalaku. Tepukan kecil mendarat pada punggungku tepukan itu berasal dari tangan wanita paruh baya tadi. ” namamu siapa nak, kalo nama ibu ibu surmina” ucap ibu itu. “Radin”, jawabku pelan seakan berbisik namun bu Surmina masih dapat mendengarnya. ” lalu kenapa engkau …” pertanyaan bu Surmina menggantung. Sepertinya bu Surmina paham akan kondisiku, dia pun tak melanjutkan pertanyaannya.
Hari telah malam membutku terfikirkan kejadian kemarin malam yaitu saat aku tengah duduk dengan tanganku belumuran darah dari ibuku. “krucuk krucuk”,bunyi perutku memudarkan lamunanku. Bu Surmini yang saat itu berada disampingku terbangun dengan suara perutku. ” apakah engakau lapar? ” tanya bu Surmini sambil menghampiri sebuah piring yang malai tadi sore di letak kan didalam jeruji besi ini. Setelah membawa
Piring berisi makanan itu bu Surmini melatakkannya dihapanku. ” makanlah jangan sampai sakit ! “seru bu Surmini sambil menerbitkan sebuah senyuman. Aku pun memakannya dengan lahap karena memang aku belum makan sejak pagi tadi.
“emmm bu apa yang akan terjadi padaku esok hari? ” tanyaku yang saat itu memberanikan diri. Sekilas bu Surmini memandangkangku setelah itu bu Sumini bicara. “esok hari mungkin engkau akan di bawa ke ruang pengadilan nak kalo tidak esok hari mungkin beberapa hari yang jelas pasti engkau akan dibawa keruang pengandilan dengan semua tuduhan”, ujarnya dengan nada rendah. “memangnya apa yang telah terjadi padamu nak hingga engkau bisa disini ” sambungnya. Mendengar hal itu aku beban dihatiku mulai bertambah, sesak itulah yang aku rasakan. Aku pun mulai berbecerita tentang apa yang aku alami walau ingatanku tidak benar benar baik. ” aku mengidap amnesia ringan dan prosopagnosia yaitu penyakit dimana aku tak dapat mengenali wajah orang saat ini aku juga tak dapat melihat wajah bu Surmini dengan jelas” tambahku saat aku sedang bercerita. Aku melihat bu Surmini nampak mendengarkan ceritaku dengan seksama.
Beberapa hari telah aku lewati di jeruji besi ini, sementara bu Surmini telah bebas. Hari hariku kuhabiskan dengan termenung memikirkan ingatanku yang hilang tentang semua kejadian yang membuatku tertahan disini. “Radinda Flerina putri”, seorang wanita memanggil namaku. Aku pun menoleh sambil berseru iya dengan nada rendah. Wanita berseragam tersebut membuka jeruji besi ini lalu membawaku pergi meninggalkan jeruji ini dengan tangaku diborgol. Dengan tertunduk aku berjalan melewati tiap ruangan hingga aku sampai pada salah ruangan yang telah ada banyak orong dan ya tentu aku tak mengenali mana keluargaku karena wajah mereka polos dimataku. Aku diarahkan untuk duduk dikusi yang telah disiapkan meraka untukku.
“Radinda Flerina Putri anda sebagai terdakwah kasus pembunuhan ibu ratna puspita dengan ancaman hukuman mati atau pidana penjara seumur hidup atau 20 tahun”, ujar seorang hakim. Cetar seolah petir menyambar diriku pada pagi buta ini.
” tidak tuan aku tidak bersalah seseorang telah membunuh ibu, seorang pria tuan”, tangisku terisak saat semua ingatanku pulih.
” jika memang benar bukan dirimu sebutkan ciri ciri pelakunya bukankah kau melihatnya ! “ujar seorang pria dibelakangku.
Ingatanku seolah membungkan mulutku untuk berbicara. Seorang berlari dengan mengangkat tangannya sambil berseruh “ini adalah buktinya” itu adalah suara adikku . Sebuah memori kecil ada ditangannya lalu ia menyerahkanya pada hakim. Aku masih terdiam tak percaya akan semua ini aku menyalahkan diriku atas semua yang terjadi.
Akhirnya setelah hakim memutuskan bahwa aku tak bersalah setelah melihat vidio cctv. pembunuhan ini telah direncanakan seorang telah menjebakku. Polisi akan menindak lanjuti tentang kasus pembunuhan mau ini.
Penulis : sufyanwahyudi