Blog
ANTARA CINTA DAN OBSESI
- Oktober 28, 2022
- Posted by: admin
- Category: Cerpen
“Titik tertinggi dalam mencintai adalah rela melepaskan seseorang yang kita sayang demi kebahagiaan yang dia dapatkan. Sedangkan obsesi adalah rasa untuk memiliki yang tidak bisa ditentang dan harus mendapatkannya.”
Di masa lalu ku yang kelam, aku tidak sengaja bertemu dengan seorang laki-laki humoris. Dia memiliki tubuh tinggi, bermata sipit, dan pastinya bersifat humor. Menurut ku, dia merupakan laki-laki baik yang sengaja dikirimkan Tuhan untukku. Karena dia, aku bisa melewati hari-hari ku dengan canda tawa yang terlontar dari mulutnya.
Di awal pertemuan, aku memiliki niat untuk berteman baik dengannya. Tetapi lambat laun, niat itu berubah menjadi rasa yang tak bisa ku jelaskan dengan kata-kata. Rasanya, aku ingin selalu berada disampingnya dan menjadi miliknya. Entahlah, aku pun tidak tahu mengapa rasa ini tiba-tiba muncul ditengah pertemanan kami. Mungkin ini adalah kesalahan laki-laki itu yang terlalu bersikap perhatian kepada ku.
Aku benar-benar tidak mengetahui apa alasan dia yang selalu memperlakukan aku layaknya seorang ratu. Apakah mungkin dia juga memiliki rasa yang sama seperti ku, atau dia hanya ingin mempermainkan aku?
Karena sikapnya yang seperti itu, rasa cinta ku berubah menjadi obsesi. Aku merasa bahwa aku benar-benar ingin memiliki dia seutuhnya, tanpa harus memikirkan perasaan orang lain yang juga mencintainya.
Pernah waktu itu, dia bercerita tentang seorang perempuan yang merupakan teman di masa SMP-nya. Dia bercerita dengan antusias dan detail. Dia menceritakan semuanya tanpa ada yang ditutup-tutupi. Dia bercerita seolah tidak ada apa-apa. Dia tidak memikirkan perasaan ku yang terasa perih karena dia bercerita tentang perempuan lain.
Jangan tanyakan bagaimana perasaan ku saat itu. Rasanya, perasaan ku hancur teriris tanpa darah. Terasa sesak nan perih. Tapi, yang bisa ku lakukan hanya menahan rasa itu dalam diam. Tanpa sepatah kata, aku diam menyimak cerita tentang perempuan yang dicintainya.
Setelah bermenit-menit mendengarkan ceritanya, sepertinya aku merasa bosan dan muak. Sehingga tanpa ku sadari, mulut ku tiba-tiba berucap.
“Kalo gue suka sama lo, gimana kak?”
Karena ucapan ku, dia lalu mengatupkan bibirnya. Dia nampak terkejut dan tidak menyangka dengan apa yang baru saja ku ucapkan.
Detik selanjutnya, dia mengerjapkan matanya dan menatapku tajam. “Lo—beneran suka sama gue?” Tanyanya.
“Iya.” Jawab ku pelan.
“Wah, sulit.” Celetuknya.
Aku dibuat bingung dengan celetukannya. “Maksudnya sulit?”
Dia menghela nafas sebelum memulai kalimatnya. “Sebenernya, gue juga suka sama lo. Tapi kayaknya bukan suka lagi sih, gue cinta sama lo.”
Aku sontak membulatkan mata karena kaget. “Yang bener lo?”
Dia mengangguk. “Seriusan gue.”
“Kok bisa sih?” Tanya ku masih tidak percaya.
“Mana gue tau, tiba-tiba aja gue ngerasa kalo gue cinta sama lo. Lo mau, jadi pacar gue?” Tanyanya.
Aku sempat dibuat bimbang dengan pertanyaan yang dilontarkannya. Disatu sisi, aku sangat ingin menjadi pacarnya. Namun disisi lain, aku takut dia khilaf dengan perempuan lain jika aku menerimanya.
“Kok diem? Mau jadi pacar gue gak?” Tanyanya sekali lagi.
Aku menggeleng.
“Kenapa?”
“Gue takut kalo jadi pacar lo.” Ucap ku.
“Takut?” Dia menaikkan sebelah alisnya karena bingung.
“Gue takut lo main belakang kak, lo ‘kan playboy. Lagian kalo misalkan kita pacaran, nanti kita jadi gak akrab kayak gini kalo putus.” Ucap ku.
Dia diam, terlihat jika dia sedang memikirkan ucapan ku barusan.
“Bener sih yang lo bilang, kita tetep kayak gini aja deh.” Ucapnya tiba-tiba.
“Tapi, pangkat lo gue naikin.” Sambungnya.
“Pangkat?” Tanya ku.
Dia mengangguk. “Kemarin ‘kan, lo cuma gue anggep jadi adek gue. Kalo sekarang, lo naik pangkat jadi adek rasa pacar.” Ucapnya sembari memelukku erat.
Aku semakin dibuat bingung setelah mendengar penuturannya. Ditambah perlakuannya yang tiba-tiba memelukku tanpa izin, membuatku merasa grogi. “Emang ada ya, adek rasa pacar?” Tanya ku.
“Ada kalo sama gue.”
Aku hanya membalas ucapannya dengan tersenyum simpul, karena aku benar-benar tidak tahu harus menjawab dengan kalimat yang seperti apa.
Setelah kejadian itu, hubungan kami menjadi lebih dekat lagi. Sampai banyak orang yang menganggap bahwa kami berpacaran, termasuk orang tua kami.
Di hari-hari biasa, dia memutuskan untuk mengantar aku pergi ke sekolah. Dia juga yang menjemput aku di sekolah, jika dia tidak sibuk. Untuk hari Minggu, kami biasanya keluar bersama untuk menikmati hubungan adik kakak zone kami yang terasa seperti sepasang kekasih.
Setelah sebulan dekat dengannya, aku merasa jika ada sesuatu yang aneh. Aku merasa jika dia selalu datang kepada ku dengan kesedihannya. Dia selalu saja bercerita tentang hal-hal buruk yang menimpanya. Karena tidak ingin berburuk sangka, aku mengenyahkan persepsi itu dari pikiran ku. Aku berpikir, jika ini mungkin hanya sebuah kebetulan semata.
Di bulan selanjutnya, dia sudah tidak pernah menemui ku lagi. Sampai pada suatu malam, aku tidak sengaja melihatnya di sebuah taman dengan perempuan lain yang merupakan adik kelas ku. Mereka duduk berdua dikursi taman dengan posisi yang sangat dekat. Bisa dikatakan, jika mereka sedang berpelukan satu sama lain.
Untuk yang kedua kalinya, perasaan ku terasa hancur. Bisa-bisanya dia berpelukan dengan perempuan lain setelah mengungkapkan perasaannya kepada ku.
Karena ingin mendapatkan kepastian yang jelas, aku menghampiri mereka berdua yang sedang asik berpelukan.
Setelah dekat, aku menyiram mereka berdua dengan air minum yang berada didalam tas ku.
Byuurrr
Mungkin dikira hujan, mereka melepas pelukannya. Mereka berdua lalu menatap ku yang tiba-tiba datang tanpa diundang.
“Apa maksud lo pelukan sama cewek ini hah?!” Tanya ku dengan lantang.
“Gue pacaran sama dia.” Jawabnya yang terdengar santai.
Aku dibuat terkejut karena pernyataannya. Tanpa diperintah, air mata ku runtuh dengan sendirinya. Sekarang, perasaan ku benar-benar hancur. Aku tahu, jika aku memang bukan pacarnya. Tetapi, bisakah jika dia tidak perlu memberi tahu tentang perasaannya kepada ku? Karena pernyataannya yang memberitahu jika dia mencintai ku, aku jadi merasakan sakit yang seperti ini.
Karena tidak ingin berlama-lama berada diantara mereka berdua, aku melangkahkan kaki ku untuk menjauh. Tapi sebelum benar-benar pergi, aku menyempatkan untuk menatap wajahnya tajam.
“Gue harap, setelah ini lo gak pernah nemuin gue lagi. Terima kasih untuk kebahagiaan yang udah lo kasih ke gue, sebelum luka yang lo ukir hari ini.” Ucap ku, lalu pergi dari sana.
Aku berlari menjauh dengan air mata yang semakin menetes deras. Aku merasa menyesal telah mengenalnya. Yang ku rasa dia baik, ternyata dia hanya mempermainkan aku. Dia sama sekali tidak berniat mencintai ku, karena dia hanya menganggap aku sebagai teman sedihnya saja.
Mengapa aku bisa memiliki persepsi seperti itu? Karena memang kenyataannya, dia hanya bersama ku disaat dia merasa kesepian dan butuh teman bercerita. Tetapi ketika dia sedang merasa senang, dia pergi bersama perempuan lain yang entah itu tulus mencintainya seperti ku atau tidak. Yang jelas, aku hanya menjadi seperti pelabuhan yang digunakan untuk persinggahan sementara.
Sejak terjadinya kejadian itu, dia sudah tidak pernah menemui ku lagi. Aku semakin yakin jika dia memang tidak bersungguh-sungguh kepada ku. Bukannya aku berharap dia kembali kepada ku. Hanya saja, aku ingin mendengarkan permintaan maafnya karena telah menggoreskan luka di hati ku. Tetapi, sangat mustahil jika harus menunggu hal itu terjadi. Karena sampai saat ini, dia tidak pernah menunjukkan wajahnya didepan ku lagi.
Disini, aku merasa seperti perempuan terbodoh di dunia. Bisa-bisanya aku mencintai laki-laki seperti dia yang sama sekali tidak memikirkan perasaan seorang perempuan. Aku benar-benar bodoh karena sudah terlarut pada rasa obsesi yang entah datang dari mana.
Dari pengalaman ku, aku belajar bahwa kita tidak boleh mencintai seseorang terlalu dalam. Kita boleh mencintai, tetapi jangan sampai kita merasa harus memilikinya. Karena pada dasarnya, mencintai adalah rela melepaskan seseorang yang kita sayang demi kebahagiaan yang dia dapatkan. Sedangkan jika obsesi adalah rasa untuk memiliki yang tidak bisa ditentang dan harus mendapatkannya.
Penulis: Abil.naj